Sp3-TeL

Sp3-TeL
Aksi Mayday 2013 di Muara Enim

Senin, 30 April 2012

OUTSOURCING, HILANGNYA KEPASTIAN KERJA




Ditulis oleh : M.Ikhsan Prajarani (Aktifis Serikat Buruh)

Praktek Outsourcing dan Buruh Kontrak justru menempatkan pekerja berada dalam sebuah situasi yang rentan dan hilangnya kepastian kerja untuk jangka panjang. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat kualitas hidup dan kesejahteraan buruh. Praktek Outsourcing dan buruh kontrak merupakan gejala global yang dapat dipandang sebagai ikon Globalisasi.

Outsourcing merupakan bagian dari mekanisme pasar yang dimaksudkan untuk melakukan efisiensi dalam kegiatan usaha dan proses bisnis bagi para pengusaha, tetapi di sisi lain bagi buruh/pekerja praktek outsourcing dan buruh komtrak ini menghilangkan kepastian kerja.Buruh dengan status outsourcing tidak akan pernah menjadi pekerja tetap karena selamanya hanya berstatus kontrak.Tak hanya itu, pekerja outsourcing juga akan kehilangan hak-hak jaminan sosialnya atas uang pesangon, uang penghargaan, dan uang ganti rugi jika di-PHK oleh perusahaan.Dengan kata lain, praktek outsourcing dan buruh kontrak  membuat pekerja menjadi tidak punya jaminan masa depan.Secara umum, praktek outsourcing bisa dibagi ke dalam dua bentuk ,yaitu:
  1. Outsourcing pekerjaan yang berkaitan dengan pemborongan pekerjaan kepada pihak lain.Praktek seperti ini pada dasarnya sudah lama berkembang dalam praktek bisnis di Indonesia.Sistim pemborongan pekerjaan sudah sering terjadi di Indonesia, seperti ; pembagunan-pembagunan pabrik,perumahaan,konstruksi,dan lain-lain, yang pada intinya hanya bersifat sementara atau bisa dikatakan adanya pernyataan bahwa pekerjaan tersebut selesai dikerjakan.
  2. Outsourcing Manusia, bentuk yang kedua inilah yang keberadaanya ditolak oleh gerakan serikat buruh/pekerja di Indonesia.Praktek outsourcing yang kedua ini memberikan efisiensi pada tingkat tertentu dalam operasional bisnis, namun sangat merugikan secara serius bagi buruh /pekerja yang menjadikan kondisi kehidupan buruh miskin dan tidak mempunyai kepastian kerja.
Sedangkan difinisi outsourcing sendiri masih tidak jelas padahal Undang-undang Ketenagakerjaan sudah membuat batasan-batasan mengenai outsourcing/PKWT atau penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan pada perusahaan lain, tetapi tetap hal tersebut menimbulkan multitafsir.Pemerintah seharusnya membuat rambu-rambu yang jelas disetiap sektor,usaha mana yang sifat pekerjaannya permanen dan mana yang tidak permanen (sementara).



Kritik terbesar yang dilakukan oleh gerakan buruh di Indonesia bahkan seluruh dunia adalah bahwa sistim outsourcing dan buruh kontrak ini tidak memberikan perlindungan yang baik bagi pekerja.Maraknya penggunaan buruh outsourcing (tenaga kerja kontrak) dibagian-bagian produksi atau bagian ini pekerjaan yang sebenarnya menurut UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 adalah dilarang.Tetapi sayangnya di dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 tidak diatur secara jelas sangsi terhadap pelanggaran outsourcing.Outsourcing adalah bentuk nyata dari prinsip fleksibilitas pasar kerja dan dapat ditemukan di hampir seluruh bagian dalam rangkaian proses produksi.

Kritik dan protes terhadap sistim outsourcing dan buruh kontrak juga berkaitan dengan kondisi kerja.Praktek outsourcing dan buruh kontrak ini menciptakan kesenjangan dan diskriminasi antara buruh kontrak dan buruh tetap dalam bentuk fasilitas,kesejahteraan ,upah dan status kerja.Padahal mereka melakukan pekerjaan yang sama.Maraknya praktek outsourcing dan buruh kontrak ini menyebabkan terjadinya degradasi (kemunduran dan kemerosotan) kesejahteraan dan kondisi kerja para buruh. Hal ini nampak jelas pada kondisi kerja yang menurun dan terjadinya penurunan upah riil yang diterima buruh.

Fleksibelitas pasar kerja secara tidak langsung mematikan hak buruh untuk memperjuangkan kepentingannya dan sekaligus juga mematikan hak mogoknya.Tuntutan  dan pemogokan yang dilakukan oleh buruh outsourcing dan buruh kontrak dapat direspon dengan mudah oleh pengusaha dengan melakukan PHK.Fleksibilitas Pasar Kerja semakin melenyapkan serikat buruh/serikat pekerja dengan cara yang sistimatis.Serikat buruh  semakin menghadapi masalah serius dalam mengorganisir buruh/pekerja dan pengorganisiran serikat buruh.

Sekarang ini,pengawasan terhadap penerapan pasal-pasal mengenai outsourcing/PKWT dan sistim buruh kontrak sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 masih sangat lemah.Tidak adanya sangksi apapun yang diberikan oleh Pemerintah berkaitan dengan praktek-praktek yang jelas-jelas melanggar berbagai ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.Sumber utama kelemahan ini adalah kegagalan peran aktor penegak hukum ketenagakerjaan khususnya DISNAKER yang secara normatif menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan hukum ketenagakerjaan.Kelemahan mendasar terjadi karena lemahnya profesionalisme kerja birokrasi DISNAKER.Sumber kelemahan birokrasi lainnya adalah praktek korupsi dan keterlibatan aparat dalam praktek bisnis outsourcing.


Sumber Referensi : 
  • Buku Karangan Rekson Silaban (Bersatu atau hilang ditelan sejarah. Halaman.39)
  • Foto http://img.antaranews.com/new/2011/05/small/20110502020924konvoi010511-1.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar