Aksi Solidaritas Kepada Buruh Migran dan Penegasan Sikap
Paguyuban Pekerja Perguruan Tinggi Universitas Indonesia
Hidup Universitas Indonesia !!!
Hidup Pekerja UI !!!
Hidup Mahasiswa UI !!!
Hampir genap 1 tahun upaya perjuangan pekerja UI telah kita lakukan untuk mengubah nasibnya. Hampir genap 1 tahun banyak ikhtiar sudah kita dikerjakan untuk mengedepankan kepentingan kita. Hampir genap 1 tahun banyak pihak-pihak berwenang di universitas dan negeri ini yang kita temui. Namun hampir genap 1 tahun pula seluruh ikhtiar tuntutan pekerja Universitas Indonesia yang berupaya menjadikan kehidupan kampus lebih baik diabaikan. Seluruh pihak yang berwenang mengabaikan tuntutan kita seraya berkhotbah tentang konsep-konsep dan mantra-mantra indah seperti tata kelola, good governance, demokrasi, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dst dst. Pihak-pihak yang berwenang juga mengkhotbahi bagaimana kita selaku sivitas akademika seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai moral, menjaga nama baik lembaga, bersikap ilmiah, akademis.
Persoalannya bukanlah bahwa apa yang diucapkan itu salah, melainkan apa yang diucapkan tidak kami temui dalam gugus tindak-tanduk para elit universitas. Kata-kata tidak pernah menjadi daging. Kata-kata segera di batalkan oleh tindakan para elit. Dan, kata-kata tetap menjadi konsep abstrak seperti arwah gentayangan yang tidak diterima langit maupun bumi.
Semua paparan di atas nampak jelas ditemui dalam seluruh jalinan pengalaman kita, secara individual maupun kolektif, saat kita menjalani kehidupan sehari-hari sebagai pekerja UI. Belum tuntas persoalan kita di atas, kini masalah lain datang susul-menyusul. Tempat kita bekerja mendapat hujatan dari masyarakat luas menyusul pemberian gelar kehormatan Doctor Honoris Causa (Dr. HC) dari rektor UI kepada raja yang negaranya dikenal tidak ramah, cenderung berperilaku brutal terhadap para pekerja migran dari Indonesia. Mahasiswa mengutarakan pikirannya secara publik dan terbuka dijawab dengan kekerasan.
Para pekerja UI pun hari-hari belakangan ini juga kerap ditanya, dimintai keterangan, dan dituntut pertanggungjawaban etis atas kasus tersebut oleh masyarakat luas selaku insan yang menjunjung tinggi keberpihakan pada rakyat kecil serta kemanusiaan. Dalam kasus pemberian gelar di atas, tidaklah dapat dikatakan salah jika saat ini kami menyimpulkan : ketidakpekaan sosial para elit-elit universitas terhadap persoalan buruh migran di luar negeri adalah cerminan paling gamblang dari ketidakpekaan mereka atas persoalan para pekerja dan para mahasiswa di dalam lembaganya sendiri, Universitas Indonesia.
Peristiwa tersebut dengan gamblang memberi kami penglihatan bahwa masalah yang susul menyusul selama bertahun-tahun terjadi karena para pimpinan Universitas Indonesia memang tidak mempunyai kepekaan sosial yang lebih daripada sekedar cangkang kecil dunia ilmu pengetahuan yang akademis. Hal itu kentara ditandai misalnya dengan adanya diskriminasi, ketimpangan, bahkan tidak adanya penghargaan dan perlindungan terhadap hubungan ketenagakerjaan di Universitas Indonesia.
Maka dari itu, mari kita hadir menegaskan diri kita bahwa persoalan yang umumnya terjadi pada pekerja migran adalah persoalan kita juga sebagai sesama pekerja. Kehadiran tersebut sekaligus menegaskan diri bahwa persoalan dan tuntutan kita bukan hal yang main-main. Sampaikan rasa solidaritas anda sebagai pekerja UI sebagai bukti bahwa kita juga punya kepekaan sosial terhadap sesama anak bangsa. Hadirlah pada aksi yang tata kelolanya diselenggarakan oleh Paguyuban Pekerja Universitas Indonesia.
Salam Hormat Kami,
Presidium Paguyuban Pekerja Perguruan Tinggi
Universitas Indonesia
Presidium Paguyuban Pekerja Perguruan Tinggi
Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar