Sp3-TeL

Sp3-TeL
Aksi Mayday 2013 di Muara Enim

Sabtu, 08 Oktober 2011

MENCINTAI IBU PERTIWI

UNDANG-UNDANG INDONESIA PESANAN ASING


Perundang-undangan Indonesia nyaris tak punya jati diri lagi. Jamak terjadi, proses legislasi Undang-Undang pasca reformasi dikelola atau didanai oleh asing. Yang paling kentara adalah perundang-undangan mengenai sumber daya alam.


Keterlibatan asing dalam proses legislasi itu sedikit banyak akan menanamkan pengaruh. Paling tidak pola pikir para penyusun undang-undang. Padahal, UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tegas menyebutkan bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu indikasi perubahan pola pikir penyusun undang-undang akibat bantuan asing adalah privatisasi atau swastanisasi sektor publik yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah mengukuhkan hubungannya dengan investor ke ranah perdata semata-mata. Akibatnya, tanggung jawab publik yang ada di pundak Pemerintah tergerus menjadi sekedar hubungan keperdataan. Hubungan keperdataan antara Pemerintah dengan investor menggeser urusan publik ke dalam ruang bisnis dan berorientasi pada keuntungan ekonomi.

Putusan-putusan MK semakin melemah ketika berhadapan dengan pasal-pasal liberalisasi. Awalnya, muncul optimisme ketika MK membatalkan seluruh UU Ketenagalistrikan. Optimisme itu kian lama kian berkurang setelah berturut-turut semangat putusan MK pada UU Ketenagalistrikan kian melemah pada UU Migas, UU Sumber Daya Air, hingga ke UU Penanaman Modal. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19864/memprihatinkan-proses-legislasi-indonesia-banyak-dibiayai-asing).

Undang-undang yang dibuat pada zaman Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono banyak yang dibiayai oleh asing. Pada Era rezim Gus Dur hanya ada satu UU, di era rezim Megawati ada 11 UU, dan di era rezim SBY ada sembilan UU. Campur tangan asing itu sangat merugikan Indonesia.  “Ada lebih dari 21 undang-undang dibiayai asing dan merugikan Indonesia secara ekonomi termasuk dalam SDA dan dalam prakteknya penerimaan negara dari pertambangan amat kecil sekali,”.

Pada masa presiden Gus Dur hanya ada satu undang-undang yang dituding dibiayai asing yaitu Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan. Namun pada masa presiden Megawati ada 11 undang-undang yang dibiayai asing. Antara lain Undang-Undang No.22/2001 tentang Migas, Undang-Undang No. 21/2002 tentang Kelistrikan, Undang-Undang No. 13/2003 tentang Tenaga Kerja, Undang-Undang No. 19/2003 tentang BUMN dan Undang-Undang No. 18/2004 tentang Perkebunan.

Campur tangan asing itu berlanjut di era rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setidaknya ada sembilan undang-undang yang dibiayai asing di zaman SBY. Antara lain Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang No. 9/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang No. 30/2009 tentang Kelistrikan. (http://telegraphdays.com/nasional/445-undang-undang-indonesia-pesanan-asing.html)

Badan Intelijen Negara atau BIN melaporkan, proses pembuatan 79 undang-undang di DPR dikonsep oleh konsultan asing. Campur tangan asing dalam pembuatan undang-undang itu adalah bentuk subversif terhadap konstitusi karena regulasi yang dibuat dan dihasilkan tidak lagi merujuk konstitusi.

Campur tangan asing dalam proses pembuatan undang-undang kebanyakan menyangkut regulasi di sektor strategis. Antara lain undang-undang di sektor minyak dan gas, energi dan pertanian. 80 persen tambang kita dikuasai asing, wajar bila sustaibility energi listrik, pupuk dan energi di dalam negeri tak terpenuhi.

Praktek kekuasaan saat ini jarang sekali menggunakan konstitusi sebagai pegangan karena semua diserahkan kepada selera pasar sehingga yang muncul kemudian adalah negosiasi politik transaksional. Campur tangan asing dalam proses legislasi di Indonesia bukan saja mengejutkan, tapi juga berbahaya bagi kedaulatan dan kemandirian Indonesia sebagai sebuah bangsa. (http://m.beritasatu.com/index.php/news/detil/5/955).



Sumber  :  http://www.sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=125:mencintai-ibu-pertiwi-1&catid=44:dept-humas&Itemid=61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar