Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta partisipasi aktif, saran dan keinginan dari semua karyawan/pekerja PT.Truba Jaya Enginnering yang berada pada kontrak kerja mekanikal, maintenance, dan service order PT.Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper, setelah melalui proses diskusi dan musyawarah yang panjang dan penuh liku-liku,maka pada tanggal 10 September 2005 hingga 10 Januari 2011 terbentuklah suatu wadah yang bernama Serikat Pekerja Karyawan Truba (SPKT) yang berada pada area kerja PT.Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper .
Pada 10 Januari 2011 telah terjadi PHK masal 206 karyawan PT.Truba Jaya Engineering (maintenance contract PT.Tanjung Enim Lestari pulp and paper) dengan alasan perubahan Perjanjian kerja antara Site management Truba Jaya dan karyawan, yang semula status karyawan adalah karyawan tetap (PKWTT) menjadi karyawan kontrak (PKWT) atau outsourcing dengan alasan bahwa telah terjadi Retender ulang kontrak kerjasama antara PT.TANJUNG ENIM LESTARI (perusahaan pemberi kerja) dan PT.TRUBA JAYA ENGINEERING (perusahaan penyedia jasa tenaga kerja).
Setelah berakhirnya kontrak kerja sama antara PT.Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper dan PT.Truba Jaya Enginnering pada tanggal 10 Januari 2011, yang mengakibatkan terjadi PHK masal sebanyak 206 karyawan di PHK, maka berakhir pula kepengurusan dan seluruh struktur organisasi Serikat Pekerja Karyawan Truba (SPKT) sesuai dengan bunyi Undang-undang No 21 tahun 2000 pasal 37 huruf b. Yang pada akhirnya sebanyak 85 orang karyawan kehilangan pekerjaannya, PHK juga dilakukan terhadap beberapa pengurus SPKT termasuk Ketua SPKT, kedua Sekertaris SPKT, dan beberapa koordinator bidang pada struktur organisasi SPKT.
Di dalam UU No.13 tahun 2003 dan Kepmen No.220 tahun 2004 tidak ada pasal-pasal yang mengatakan bahwa tidak ada pesangon untuk karyawan kontrak atau karyawan outsourcing (PKWT).
Memang dalam suatu proses penanda tanganan agreement posisi pekerja ada pada kondisi yang lemah, dimana seseorang pekerja sangat membutuhkan kerja, sedangkan perusahaan berada pada posisi yang sangat menguntungkan, dengan dasar tersebut biasanya perusahaan melakukan penekanan pada surat perjanjian kerja (agreement) dengan memuat pasal-pasal yang jelas-jelas mengurangi hak-hak pekerja.
Sesuai dengan bunyi Kepmen No.220 tahun 2004 pasal 2 ayat 1, yang berbunyi "Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku".
Tapi kenyataannya di lapangan apa yang jadi harapan seorang pekerja untuk memperoleh kesejahteraan dan upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup yang sebenarnya tidak akan pernah tercapai.
Pemerintah telah mengeluarkan deregulasi hukum yaitu UU No.13 tahun 2003 pasal 64 yang mengatakan
"Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yang dibuat secara tertulis". Tetapi hendaknya pemerintah harus juga mengawasi dengan ketat apakah dalam pelaksanaan di lapangan dilaksankan sesuai dengan Undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Mudah-mudahan untuk masa yang akan datang tidak ada lagi pengalaman yang dialami oleh SERIKAT PEKERJA KARYAWAN TRUBA (SPKT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar