Sp3-TeL

Sp3-TeL
Aksi Mayday 2013 di Muara Enim

Sabtu, 08 Mei 2021

28 Tahun Berlalu, Jejak Pembunuhan Marsinah Pahlawan Buruh Masih Misteri

 

(Foto : Media FSP2KI)

Media SP3-TEL - Aktivis sekaligus buruh PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yakni Marsinah ditemukan tewas mengenaskan di hutan di Dusun Jegong, Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Jasadnya ditemukan tepat hari ini 8 Mei 1993 atau 28 tahun silam, usai melakukan aksi demo menuntut kenaikan upah.

Kematian Marsinah hingga kini masih menyisakan misteri yang belum terpecahkan. Sebelum ditemukan tewas, Marsinah memimpin aksi demonstrasi buruh PT CPS. Mereka menuntut adanya kenaikan gaji dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari sesuai dengan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 50 Tahun 1992.

Pada 3 Mei 1993, sebanyak 150 buruh dari total 200 buruh yang bekerja di pabrik arloji itu melakukan aksi mogok kerja. Marsinah yang saat itu masih berusia 24 tahun berdiri di barisan terdepan menyuarakan hak-hak buruh yang selama ini tak pernah terpenuhi.

Aksi mogok kerja digelar selama dua hari. Di hari kedua, pihak manajemen perusahaan memanggil 15 orang perwakilan untuk melakukan mediasi. Meski mediasi berjalan alot, pihak perusahaan akhirnya mau memenuhi segala tuntutan yang diajukan oleh para buruh.

Perjuangan Marsinah dan ratusan buruh lainnya untuk menyuarakan hak mereka memang menemui akhir bahagia: dikabulkan oleh perusahaan. kenaikan gaji pokok sebesar 20 persen sesuai peraturan telah disepakati oleh perusahaan akan dipenuhi.

Namun, kabar suka cita tersebut berujung pada pemanggilan 10 buruh PT CPS oleh militer. Mereka yang dipanggil merupakan para buruh yang paling lantang bersuara selama unjuk rasa berlangsung. Mengetahui hal itu, Marsinah pun datang mendampingi teman-temannya.

Dalam pertemuan itu dengan perwira Kodim, para buruh diminta untuk mengundurkan diri dengan alasan tenaga mereka sudah tak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Meski berada di bawah ancaman, Marsinah tak gentar.

Dalam pertemuan itu dengan perwira Kodim, para buruh diminta untuk mengundurkan diri dengan alasan tenaga mereka sudah tak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Meski berada di bawah ancaman, Marsinah tak gentar.

Dari pertemuan tersebut, parsas buruh pun membubarkan diri. Buruh lainnya memutuskan untuk pulang ke kediaman masing-masing sementara Marsinah pamit untuk makan.

Tak disangka, ternyata itu adalah pertemuan terakhir para buruh dengan Marsinah. Sejak malam itu, Marsinah menghilang selama 3 hari.

Luka Di Sekujur Tubuh

Absennya Marsinah bekerja di pabrik arloji membuat rekan-rekan buruh gusar. Awalnya, mereka menduga Marsinah izin pulang ke kampung halamannya di Nganjuk.

Selama tiga hari Marsinah menghilang, rekan-rekan buruh berusaha mencari keberadaan Marsinah. Pada 8 Mei 1993 pagi, mereka dikejutkan dengan kabar Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi penuh luka di hutan kawasan Nganjuk.

Jasad Marsinah dibawa ke RUmah Sakit Umum Daerah Nganjuk untuk dilakukan autopsi. Dari hasil visum et repertum yang dilakukan, ada luka robek teratur sebanjang 3 sentimeter di tubuh Marsinah. Luka tersebut ditemui mulai dari dinding kiri lubang kemaluan hingga ke rongga perut.

Pembunuhan Tak Terungkap

Hingga kini, kasus pembunuhan terhadap Marsinah belum juga dapat terbongkar. Aparat membentuk tim terpadu dan mencokok 8 orang petinggi PT CPS. Penangkapan ini dinilai menyalahi proses hukum lantaran dilakukan tanpa surat penangkapan.Tulang panggul bagian depan hancur dan di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang. Tak hanya itu, selaput dara Marsinah robek, kantung kemih dan usus bawah mengalami memar hingga rongga perut mengalami pendarahan.

Usai dimakamkan, makam Marsinah kembali dibongkar untuk dilakukan autopsi ulang. Dari otopsi yang dilakukan oleh tim dokter RSUD Dr. Soetomo Surabaya, hasil autopsi menunjukkan hal yang sama dengan sebelumnya.

Mereka disiksa untuk mengakui telah melakukan skenario pembunuhan terhadap Marsinah. Pemilik PT CPS Yudi Susanto ikut dibekuk. Setelah 18 hari berlalu, petinggi PT CPS baru diketahui sudah mendekam di Polda Jatim.

Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara sementara staf lainnya mendapatkan vonis beragam mulai dari 4 hingga 12 tahun. Saat proses naik banding di Pengadilan Tinggi Yudi dinyatakan bebas.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan atau bebas murni. Banyak pihah yang menyayangkan hal tersebut dan menduga adanyaa rekayasa penyelidikan.

Setelah 28 tahun berlalu, kasus Marsinah belum juga bisa terungkap. Dalang di balik pembunuhan Marsinah belum diketahui. Perjuangan Marsinah dalam melawan ketidakadilan pun kini menjadi sejarah, ia disebut sebagai pahlawan buruh.

Sumber Berita : Suara.Com
Link : https://www.suara.com/news/2019/05/08/162721/26-tahun-berlalu-jejak-pembunuhan-marsinah-pahlawan-buruh-masih-misteri?page=1
Oleh : Rendy Adrikni Sadikin | Chyntia Sami Bhayangkara
Rabu, 08 Mei 2019 | 16:27 WIB

Sabtu, 03 Oktober 2020

8 Oktober 2020, Berjuang sekarang atau mati sekarang!

 

PARIPURNA DPR RI PENGESAHAN OMNIBUS LAW 8 OKTOBER 2020!( KPBI - GEBRAK )

1. Mogok (menurut UUK 13/2003) memang sebagai akibat gagalnya perundingan, tapi gerakan buruh Indonesia bisa menjadikan mogok kerja nasional sebagai respon terhadap apapun. Resesi, krisis, situasi politik, perjuangan upah, dll. Jadi, kita harus memutarbalikkan cara pandang ASOMAD (ASOsiasi MADjikan) tersebut.
2. Dalam kasus Omnibus Law yang menurut kabar akan disahkan pada 8 Oktober 2020, Kita sudah harus berhenti percaya pada pemerintah dan DPR RI. Mereka, dalam setiap legislasi, hanya berpihak pada kepentingan kaum modal saja. Cukong2 politik, bohir2 politik, dan mereka sedang kasak-kusuk untuk upaya pelanggengan kekuasan malalui Pilkada 2020 sampai ke Pilpres 2024 nanti.
3. Tugas gerakan buruh progresif yang sedari awal menyatakan dengan sangat tegas menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja semua kluster, memajukan perspektif ini. Memajukan perspektif Mogok kerja nasional ini menjadi lebih maju, tidak boleh mundur barang setapak dengan mengubahknya menjadi aksi unjuk rasa nasional atau istilah2 lain yang selama ini selalu dipermainkan dalam kata-kata elit serikat buruh nasional.
4. Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah pertaruhan hidup mati kaum buruh Indonenesia. Berjuang sekarang atau mati sekarang!

Mari bung rebut kembali!



Redaksi : Repost Serbuk Indonesia


Foto : Aksi Tolak Omnibus Law
DPW KPBI Sumatera Selatan bersama FSP2KI Korwil Sumsel dan FSERBUK Komwil Sumsel
Muara Enim - 10 Februari 2020.



MELAWAN PROPAGANDA ASOMAD!

 "AKSI UNJUK RASA DAN MOGOK KERJA NASIONAL 06 S/D 08 OKTOBER 2020"

Menjelang Rencana Aksi Unjuk Rasa dan Mogok Kerja Nasional 06 s/d 08 Oktober 2020, mengakibatkan terjadi kecemasan serta kekhawatiran dibanyak pihak, sehingga harus dilakukan Rapat Koordinasi dengan mengumpulkan pengurus Organisasi Serikat Buruh, menghimbau agar hal itu tidak dilaksankan ?

Kenapa tidak mau jujur, " Bilang saja memohon untuk tidak aksi dan mogok, jangan malu, dengan menyebutkan kata menghimbau"

Alasan karena Pandemi Covid-19, sepertinya terlalu klasik, apa bedanya dengan Pilkada Serentak ?

Apa karena tidak ada kepentingan para Elit dalam aksi Unjuk Rasa dan Mogok Kerja Nasional sehingga harus dicegah ?

Perlu kiranya kita Pahami bersama tentang keberadaan Buruh di Negeri ini.
Buruh didalam menjalani kelangsungan hidupnya, tidak pernah membebebani Negara, upah dan kesejahteraannya tidak menjadi beban dari APBN maupun APBD, sebaliknya Buruh merupakan salah satu unsur pemasok Devisa bagi Negara.
Kesejahteraan Kaum Buruh diperolehnya dari menjual keringat, tenaga dan jasanya guna menghasilkan produksi.
Buruh tidak sama dengan Aparat Sipil Negara ( ASN ) dan Anggota DPR, yang kesejahteraannya sudah dijamin oleh Negara melalui APBN/ABD.

Semua pihak sebenarnya tidak perlu lebay, khawatir apa lagi cemas.

" Biarkan sajalah kami seluruh Buruh melakukan aksi dan Mogok Kerja Nasional tidak usah dicegah ataupun dilarang, sebab keberadaan kami Buruh di Negeri ini kan tidak terlalu penting "

Sehari saja kawan, Kalau kita Mogok Kerja Nasional dan menyanyi dalam satu barisan Kapitalis dan Oligarki pasti kelabakan!

Redaksi : Repost Media FSPMI

#JegalSampaiGagal
#BatalkanOmnibusLaw
#LawanUnionBusting

Senin, 28 September 2020

Bagaimana Pekerja Menghadapi Perundingan Bipartit?

Foto : Perundingan antara SP3-TEL dengan PT. TJC


Perundingan Bipartit adalah perundingan yang dilakukan di antara dua pihak yakni pihak pekerja dan pihak pengusaha yang dilatarbelakangi adanya permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan.

Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nomor Per.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit (Permenakertrans No. 31/2008), yang dimaksud dengan perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan.

Biasanya perundingan bipartit diajukan oleh serikat pekerja karena dalam praktiknya buruh yang lebih sering mengalami permasalahan ketenagakerjaan sebagai pihak yang melakukan pekerjaan. Sedangkan pengusaha lebih sering berada dalam posisi pasif karena sebagai pemberi kerja lebih banyak menentukan syarat-syarat kerja dan peraturan perusahaan.

Menghadapi perundingan bipartit tidak terlalu sulit, asalkan kita mengetahui aturan dan memiliki kekompakan untuk melakukan pengawalan. Berikut langkah-langkah perundingan bipartit:


1. Tentukan permasalahan

Sebelum mengajukan perundingan, serikat pekerja harus menentukan permasalahan apa yang harus diajukan. Permasalahan ini dapat terjadi karena adanya penyimpangan norma kerja yang dilakukan oleh perusahaan dan/atau kebutuhan pekerja/buruh untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Dalam menentukan permasalahan, tidak ada pembatasan mengenai berapa jumlah permasalahan yang bisa diajukan. Namun seringkali permasalahan pokok yang harus diajukan terlebih dahulu, seperti permasalahan status kerja atau permasalahan kekurangan upah. Permasalahan status kerja menjadi lebih penting karena menyangkut keberadaan buruh di pabrik. Jika pekerja/buruh berstatus sebagai pekerja kontrak, maka keberadaannya hanya bersifat sementara saja di perusahaan.

Oleh karena itu, agar keberadaannya menjadi lebih permanen, maka yang biasanya dipermasalahan terlebih dahulu adalah penyimpangan status kerja, barulah kemudian masuk ke permasalahan lain, seperti upah, tunjangan dan kondisi kerja lainnya.


2. Belajar dan Simulasi

Penting sekali proses belajar dan simulasi, khususnya bagi buruh yang baru mulai membentuk serikat. Yang harus dipelajari adalah hukum ketenagakerjaan dan tata cara perselisihan hubungan industrial.

Sebagai contoh, apabila permasalahan yang diajukan adalah penyimpangan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), maka harus banyak-banyak mendalami Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dan Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Penggunaan PKWT sebagai dasar memperselisihkan. Sementara tata cara perselisihan hubungan industrial mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial beserta peraturan turunannya, termasuk Permenakertrans No. 31/2008.

Tidak cukup hanya teori, pendalaman tata cara perundingan dilakukan dengan melakukan latihan melalui simulasi. Dalam hal ini, pekerja harus mendapatkan bantuan dari orang-orang yang sudah berpengalaman dalam melakukan perundingan, misalnya pengurus federasi.

Dalam simulasi, kita melakukan latihan perundingan yang kondisinya dibuat semirip mungkin dengan keadaan sebenarnya. Para pengurus yang lebih berpengalaman dapat berperan sebagai pengusaha, sedangkan pekerja/buruh yang akan melakukan perundingan, dapat berperan sebagai dirinya sendiri.

Simulasi Perundingan :

1. Menguasai masalah

2. Memisahkan orang dengan masalah

3. Targetan 

4. Solusi yang berkeadilan untuk kedua belah pihak

5. Agreement / Perjanjian Bersama (PB)


3. Pengajuan

Pengajuan bipartit dilakukan dengan mengirimkan surat permintaan bipartit kepada pengusaha, yang format suratnya dapat dilihat dalam Lampiran 1 Permenakertrans No. 31/2008. Isi surat permintaan perundingan bipartit tersebut harus mencatumkan tujuan, waktu dan tempat pelaksanaan yang diusulkan dan permasalahan yang ingin dirundingkan. Lihat contoh suratnya di sini:


4. Pelaksanaan Perundingan

Perundingan dilaksanakan dengan mengacu pada Permenakertrans No. 31/2008.

Para pihak diwajibkan untuk memiliki itikad baik, santun, tidak anarkis dan menaati tata tertib perundingan yang disepakati. Dalam praktiknya, tata tertib perundingan bisa dibuat, bisa juga tidak, tergantung kesepakatan para pihak.

Dalam Pasal 4 Permenakertrans Bipartit, kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang disepakati. Kata “dapat” di sini bukan berarti suatu kewajiban.

Pekerja/buruh yang dirugikan yang bukan serikat pekerja jika berjumlah lebih dari 10 orang dapat menunjuk perwakilan sebanyak 5 (lima) orang. Sementara, setiap serikat pekerja dapat menunjukan wakilnya maksimal 10 orang dalam permasalahan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Dalam proses perundingan, para pihak mengemukakan argumentasi masing-masing yang dicatatkan dalam risalah perundingan. Risalah harus menggambarkan apa-apa saja yang bisa disepakati dan apa-apa saja yang tidak bisa disepakati. Selain risalah, juga harus ada daftar hadir perundingan.

Format risalah dapat dilihat di bawah ini:


Untuk daftar hadir, mengikuti format berikut ini:


Risalah memuat nama lengkap dan alamat para pihak, tanggal dan tempat berunding, pokok masalah, pendapat para pihak, kesimpulan atau hasil perundingan serta tanggal dan tanda tangan para pihak yang terlibat dalam perundingan.

Kadang-kadang ada salah satu pihak yang tidak bersedia menandatangani, maka ketidaksediaan tersebut dicatatkan dalam risalah tersebut.


5. Akhir Perundingan Bipartit

Dalam perundingan bipartit, ada dua hal yang bisa terjadi:

- Adanya kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Bersama (PB) dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama

- Tidak adanya kesepakatan yang dapat dicatatkan ke instansi ketenagakerjaan setempat untuk menempuh tahap selanjutnya yang biasanya berupa mediasi.


Apabila perundingan tidak mencapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan, maka pihak pekerja dapat melakukan pemogokan dengan mengacu pada Pasal 140 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans Nomor Kep. 232/MEN/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah. (FFP)

Jumat, 11 September 2020

SEKOLAH POLITIK KPBI: Gerakan Buruh dan Semangat Perlawanan terhadap Korupsi!


Muara Enim – Bertempat di Kantor Desa Belimbing, Kecamatan Belimbing, Muara Enim(11/9), DPW KPBI Sumatera Selatan menggelar Sekolah Politik dan Konferensi Wilayah KPBI. Agenda yang dihadiri oleh 30 peserta tersebut, dikuti oleh FSP2KI dan Federasi SERBUK Indonesia, serta perwakilan dari pengurus-pengurus serikat pekerja level perusahaan.

Koordinaor DPW KPBI Sumatera Selatan Adri Susanto, dalam sambutan pengantarnya, memberikan beberapa catatan penting terkait pelaksanaan sekolah politik tersebut. Menurutnya, sekolah politik merupakan upaya yang dijalankan oleh KPBI untuk membangun perspektif politik anggota. “Perpekstif politik akan memandu anggota dalam menentukan sikap dan tindakan dalam menjalankan organisasi. Perspektif yang maju, tentu saja harus mengabdi pada kepentingan kaum buruh, bukan kepentingan yang lainnya,” tutur Adri.

Sementara, pada sesi pertama sekolah politik, Khamid yang bertindak sebagai fasilitator menjelaskan pentingnya pemetaan aktor-aktor dalam advokasi. Dalam pandangan Khamid, pemetaan aktor, pada gilirannya akan memudahkan bagi langkah advokasi yang dilakukan serikat buruh. “Siapa kawan, siapa lawan, dan bagaimana menyusun rencana advokasi secara utuh, ditentukan oleh pemetaan awal yang jitu,” tegas Khamid.

Pada sesi kedua, sekolah politik KPBI Sumatera Selatan menghadirkan Nanang Farid Syam dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk berbagai pengalaman dalam membangun kekuatan organisasi. Dalam paparannya di hadapan peserta, Nanang bercerita mengenai liku-liku pengalamannya dalam membangun kekuatan antikorupsi di Indonesia, terutama yang menjadi fokus dari Wadah Pegawai KPK yang digelutinya. “Gerakan buruh dan Gerakan Antikorupsi, semestinya menemukan titik temu yang tegas dalam membangun gerakan ke depan.” Sinergi antara gerakan buruh dan perlawanan terhadap korupsi, telah teruji di lapangan perjuangan dan harus ditingkatkan lagi dalam waktu mendatang.

Foto bersama setelah pelaksanaan Sekolah Politik DPW KPBI Sumatera Selatan

Pada akhir sesi, DPW KPBI melaksanakan agenda Konferensi Wilayah denga agenda utama menyusun rencana kerja dan melengkapi struktur kepengurusan yang tidak aktif. “Kami terus memperbiki kinerja DPW KPBI Sumatera Selatan agar lengkah organisasi semakin solid dan segera menemukan kembali kemampuan bergerak merespon berbagai perkembangan terkini,” ujar Adri.

Foto bersama setelah Konferensi Wilayah DPW KPBI Sumatera Selatan

Repost serbukindonesia.org :
http://serbukindonesia.org/pub/sekolah-politik-kpbi-gerakan-buruh-dan-semangat-perlawanan-terhadap-korupsi/